FTIK IAIN Manado – Fakultas Tarbiyah dan Ilmu Keguruan (FTIK) Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Manado kembali menggelar Mimbar Guru Besar FTIK pada Jumat, 24 Oktober, sebagai kegiatan rutin mingguan yang menjadi ruang akademik untuk memperkuat budaya ilmiah dan dialog intelektual di lingkungan FTIK. Mimbar guru besar merupakan wahana berbagi gagasan, memperluas wawasan, dan memperkaya khazanah keilmuan civitas akademika FTIK.

Pada pelaksanaan kali ini, Mimbar Guru Besar menghadirkan Dr. Denni H.R. Pinontoan, M.Theol., Kepala Pusat Kajian Agama dan Budaya LP2M IAIN Manado, sebagai narasumber utama. Kegiatan ini dipandu langsung oleh Dekan FTIK IAIN Manado, Dr. Arhanuddin, M.Pd.I, dan dihadiri oleh dosen serta mahasiswa dari berbagai program studi di FTIK.

Dalam paparannya, Dr. Denni Pinontoan mengulas secara historis tentang sejarah kekristenan di Sulawesi Utara, yang menurutnya telah berakar sejak abad ke-16. Ia menjelaskan bahwa pada tahun 1563 telah tercatat pembaptisan sekitar 1.500 orang di Manado oleh pater Katolik, termasuk Raja Manado Tua dan Raja Siau. Sementara itu, kekristenan Protestan mulai diperkenalkan pada masa VOC oleh para pendeta Gereja Protestan Belanda.

Lebih lanjut, tahun 1831 menjadi momentum penting ketika badan misi Nederlansche Zendeling Genooschape (NZG) di Belanda mengirim dua tokoh penting, Riedel dan Schwarz, ke Minahasa. Kehadiran mereka menjadi salah satu tonggak berkembangnya misi Kristen di wilayah tersebut. Ia juga menyinggung keberadaan Kampung Jawa Tondano yang sejak tahun 1830 telah menjadi simbol perjumpaan antara komunitas Islam dan Kristen di Sulawesi Utara.

Dalam konteks yang lebih luas, Dr. Denni menegaskan bahwa Islam juga telah hadir di wilayah Sulawesi Utara sejak abad ke-16, dengan indikasi adanya komunitas Muslim di Kema dan beberapa wilayah pesisir. Berdasarkan sebaran geografis masyarakat Islam dan Kristen, hampir tidak ada wilayah di Sulawesi Utara yang tidak mengalami perjumpaan antarumat beragama.

“Keunikan masyarakat Sulawesi Utara terletak pada tipologi kultur yang khas, terbuka, egaliter, dan berorientasi pada harmoni sosial. Karakter ini menjadi perekat yang kuat dalam menjaga relasi damai antara umat Islam dan Kristen,” ujarnya.

Para dosen yang hadir menyambut positif kegiatan ini sebagai upaya memperdalam pemahaman terhadap konteks sosial-keagamaan Sulawesi Utara. Mereka menilai bahwa Mimbar Guru Besar FTIK tidak hanya menjadi forum akademik, tetapi juga ruang reflektif untuk memperkuat perjumpaan natural dalam masyarakat multikultur.

Dekan FTIK, Dr. Arhanuddin, M.Pd.I, menegaskan bahwa kegiatan seperti ini akan terus dilaksanakan secara berkelanjutan. “Mimbar Guru Besar FTIK adalah bagian dari ikhtiar kami untuk menghadirkan atmosfer akademik yang hidup, terbuka terhadap perbedaan, dan relevan dengan konteks sosial masyarakat Sulawesi Utara,” ujarnya menutup kegiatan*[admin/AM]

Translate »