
FTIK IAIN Manado – Fakultas Tarbiyah dan Ilmu Keguruan (FTIK) IAIN Manado kembali menggelar kegiatan rutin Mimbar Guru Besar, sebagai forum akademik yang menjadi wadah diskusi ilmiah dan refleksi atas isu-isu pendidikan kontemporer. Dalam edisi Jumat, 11 Oktober kali ini menghadirkan paparan hasil riset terbaru dari dosen FTIK, Sulaiman Mappiasse, Ph.D, berjudul “Bridging Beliefs: Teachers’ Knowledge and Support for Interreligious Learning in Indonesia.” Kegiatan ini dipandu langsung oleh Dekan FTIK Dr. Arhanuddin, M.Pd.I.
Kegiatan ini membedah hasil penelitian yang berfokus pada sejauh mana literasi keagamaan guru-guru agama di Indonesia dan bagaimana pengetahuan tersebut memengaruhi dukungan mereka terhadap interreligious learning, yaitu pembelajaran lintas agama yang menghargai keberagaman keyakinan dan nilai-nilai kemanusiaan.
Dalam paparannya, Dr. Sulaiman menjelaskan bahwa interreligious literacy tidak semata-mata berarti memahami agama sendiri, tetapi juga mengenali dan menghargai ajaran agama lain. “Guru yang semakin kaya pemahaman terhadap agama lain, akan semakin terbuka dan mendukung pembelajaran lintas agama,” ujarnya.

Ia mencontohkan fenomena sederhana seperti hari libur nasional di Indonesia yang jatuh pada hari Minggu. “Meskipun mayoritas penduduk Indonesia beragama Islam, hari libur Minggu memiliki akar historis dan kultural yang panjang. Pemahaman seperti ini penting agar guru-guru tidak hanya berpikir dari sudut pandang keagamaan sendiri, tetapi juga memahami keberagaman sosial dan budaya bangsa,” tambahnya.
Melalui riset tersebut, Dr. Sulaiman mengembangkan instrumen pengukuran literasi keagamaan dan dukungan terhadap interreligious learning, yang selama ini belum banyak disentuh dalam konteks pendidikan Indonesia. “Hasil penelitian ini memberikan sumbangsih signifikan terhadap pengembangan alat ukur untuk melihat seberapa jauh dukungan guru terhadap pembelajaran lintas agama,” jelasnya.
Lebih jauh, penelitian ini juga menegaskan pentingnya memberi ruang bagi mahasiswa sebagai calon guru untuk mematangkan aspek kultural dari keyakinannya. “Kita ingin melahirkan guru yang tidak hanya saleh secara personal, tetapi juga memiliki pandangan positif terhadap kultur dan keberagaman,” tegas Dr. Sulaiman.
Diskusi juga menyoroti bahwa literasi dan dukungan terhadap interreligious learning saling memengaruhi. Semakin tinggi literasi keagamaan seseorang, semakin besar pula dukungannya terhadap pembelajaran lintas agama. Karenanya, perjumpaan lintas iman dan budaya perlu terus digalakkan, baik melalui kegiatan akademik maupun sosial.
Dalam penutupannya, Dr. Sulaiman menekankan bahwa visi interreligious learning sejalan dengan semangat multikulturalisme Indonesia, yang tidak hanya berkaitan dengan keyakinan, tetapi juga menyentuh dimensi sosial, politik, gender, hingga ekoteologi. “Multikulturalisme bukan sekadar memahami perbedaan, tetapi bagaimana membawa nilai-nilai kemanusiaan itu dalam kehidupan sehari-hari,” ujarnya.
Kegiatan Mimbar Guru Besar ini menjadi inspirasi bagi sivitas akademika FTIK untuk terus memperkuat literasi keagamaan dan budaya damai, sebagai landasan pendidikan Islam yang inklusif dan transformatif di tengah masyarakat multikultural Indonesia* (admin/AM)
