FTIK IAIN Manado – Suasana Jumat (12/9) di Fakultas Tarbiyah dan Ilmu Keguruan (FTIK) IAIN Manado terasa berbeda. Sejak pagi, para dosen muda berkumpul mengikuti Workshop Orientasi Keilmuan Tarbiyah, suatu agenda sehari penuh yang dirancang khusus untuk memperkaya wawasan akademik dan meneguhkan identitas keilmuan. Kegiatan yang berlangsung dari pukul 08.00 hingga 16.00 WITA ini dipenuhi dengan diskusi hangat, refleksi mendalam, dan inspirasi dari para narasumber.

Koordinator kegiatan, Dr. Nurhayati, M.Pd.I yang juga Wakil Dekan I FTIK, menegaskan bahwa orientasi ini penting sebagai ruang belajar bersama. “Kita ingin dosen-dosen muda memiliki bekal akademik yang kokoh sekaligus semangat melanjutkan tradisi keilmuan Tarbiyah,” ujarnya. Dekan FTIK Dr. Arhanuddin, M.Pd.I yang sekaligus memandu langsung jalannya diskusi, dalam sambutannya juga menambahkan, bahwa dosen adalah agen utama kemajuan fakultas. Karena itu, penguatan keilmuan sejak awal menjadi langkah strategis untuk menatap masa depan.

Narasumber pada sesi pertama disampaikan oleh Dr. Rivai Bolotio, M.Pd. Ia mengajak peserta menyelami jejak sejarah FTIK, sejak awal berdiri sebagai jurusan Tarbiyah hingga berkembang menjadi fakultas yang kokoh seperti sekarang. Rivai menekankan bahwa perjalanan panjang ini tak lepas dari peran tokoh-tokoh pendahulu yang meletakkan dasar perjuangan. Menurutnya, generasi sekarang harus meneruskan semangat itu dengan penuh tanggung jawab.

Materi berikutnya disampaikan oleh Prof. Dr. Muhammad Idris yang membahas epistemologi ilmu Tarbiyah. Dengan gaya yang tenang namun tajam, ia menekankan pentingnya pendidikan yang berkemajuan. Riset, menurutnya, adalah jantung kehidupan akademik, dan hasil-hasil penelitian itulah yang semestinya menjadi kontribusi nyata FTIK dalam berdakwah. Ia menegaskan, kemajuan fakultas sangat ditentukan oleh tiga hal: meningkatnya kapasitas SDM, naiknya kepangkatan dosen, dan kualitas riset yang dihasilkan.

Suasana semakin hidup ketika Dr. Ardianto, M.Pd berbagi gagasannya tentang tradisi berpikir dalam ilmu Ketarbiyahan. Ia mencontohkan berbagai model integrasi ilmu dari kampus-kampus Islam terkemuka, mulai dari UIN Syarif Hidayatullah dengan konsep integrasi ilmu, UIN Malang dengan “Pohon Ilmu”, hingga UIN Jogja dengan integrasi-interkoneksi. Bagi Ardianto, tradisi berpikir akademik harus menjadi “ruh” perguruan tinggi. Ia berpesan, setiap keputusan dan tindakan sebaiknya melewati saringan nalar kritis, bukan sekadar spontanitas.

Sesi reflektif datang dari Sulaiman Mappiasse, Ph.D. Dengan pengalaman panjangnya, ia mengingatkan bahwa perhatian seorang guru sangat menentukan keberhasilan siswa maupun mahasiswa. Ia menyinggung tantangan global yang kini dihadapi dunia pendidikan Islam: digitalisasi, multikulturalisme, ekologi, hingga intereligiusitas. Menurutnya, dosen muda perlu berani menjalin kolaborasi lintas disiplin dan lintas generasi. “Kita harus siap berubah, update informasi, dan menjadikan keilmuan Tarbiyah relevan dengan zaman,” tegasnya.

Sebagai penutup, Dr. Moh. S. Rahman, M.Pd.I membahas identitas dosen FTIK masa kini dan masa depan. Ia menekankan bahwa dosen bukan hanya pengajar, tapi juga teladan yang akan dicontoh mahasiswa. Rahman mengajak para dosen muda untuk terus adaptif, berintegritas, dan visioner dalam mengembangkan dirinya maupun fakultas.

Workshop sehari ini akhirnya berakhir pada sore pukul 16.00. Namun semangat yang ditularkan para narasumber masih terasa mengalir di antara peserta. Orientasi keilmuan ini bukan hanya memberikan wawasan baru, tetapi juga menguatkan komitmen para Dosen muda sebagai bagian dari keluarga besar Fakultas Tarbiyah dan Ilmu Keguruan IAIN Manado* [admin/AM]

Translate »