• May 30, 2021
  • admin
  • 0

IAIN Manado – Demikian salah satu rekomendasi hasil penelitian Sulaiman Mappiasse, Lc., Ph.D dalam penelitiannya berjudul “Moderasi Beragama Pelajar Sulawesi Utara: Perbandingan antara Pelajar Muslim dan Kristen, dan antara Pelajar SMA/SMK Negeri, MA Negeri, dan Pesantren”. Penelitian yang dilaksanakan atas pendanaan Puslitbang Pendidikan Agama dan Keagamaan Litbang Kemenag RI ini merupakan kluster penelitian Kompetitif Individual Tahun Anggaran 2021 dan satu dari 10 penelitian yang terpilih untuk didanai dari 2,800-an proposal penelitian yang diajukan.

Dalam seminar hasil penelitian yang dilaksanakan pada Jumat (28/05/2021) di ruang ujian Fakultas Tarbiyah dan Ilmu Keguruan (FTIK) Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Manado hadir sebagai narasumber adalah Dr. Hayadin, peneliti madya Puslitbang Pendidikan Agama dan Keagamaan Litbang Kemenag RI. Juga turut hadir Ketua LP2M IAIN Manado, Dr. Arhanuddin, M.Pd.I, Kapus Penelitian dan Penerbitan LP2M IAIN Manado, Rahman Mantu, M.Hum, Guru Besar IAIN Manado, Prof. Dr. Rukmina Gonibala, M.Si., serta beberapa dosen IAIN Manado.

Dekan FTIK IAIN Manado, Dr. Ardianto, M.Pd., dalam sambutannya menungkapkan bahwa penelitian yang dilakukan oleh Sulaiman Mappiasse, Lc., Ph.D sebagai dosen tetap IAIN Manado ini memiliki nilai strategis dalam hubungannya dengan program Kementerian Agama tentang penguatan moderasi beragama. “Hasil penelitian ini dapat menjadi bahan penilaian atau pengukuran indeks moderasi beragama masyarakat khususnya para pelajar yang menjadi subjek penelitian ini untuk pengambilan kebijakan terkait kebijakan atau program penguatan moderasi beragama di lembaga-lembaga pendidikan”.

Sulaiman Mappiasse sebagai peneliti mengungkapkan bahwa program dan gerakan moderasi beragama, khususnya untuk generasi muda, belum memiliki bencmarking yang komprehensif yang dapat menjadi acuan dalam mengevaluasi dan memantau perkembangan tingkat moderasi beragama mereka, baik lokal maupun nasional. Sementara di sisi lain ungkapnya, dari sejumlah artikel terkait dengan moderasi beragama belum ada satu pun yang menawarkan instrumen untuk mengukur tingkat moderasi beragama para pelajar Indonesia. Lebih lanjut diungkapan bahwa belum ada artikel yang mencoba melakukan pengujian asosiasi dan dampak agama dan latar belakang jenis pendidikan pelajar terhadap tingkat moderasi beragama mereka secara objektif empiris. Hal ini penting menurutnya karena para pelajar adalah calon generasi bangsa yang perlu disiapkan dengan baik. “Radikalisme beragama, baik kiri maupun kanan, dapat menghambat para pelajar sebagai generasi penerus mengelola bangsa ini secara damai dan demokratis di masa mendatang”, ungkapnya.

Melalui penelitian yang melibatkan sebanyak 1304 responden dari 28 lembaga pendidikan di Sulawesi Utara ini diperoleh hasil antara lain: pertama, secara umum, rata-rata pelajar di Sulawesi Utara memiliki tingkat moderasi beragama yang tinggi, tetapi cenderung rendah pada dimensi toleransi, sikap akomodatif terhadap budaya lokal, dan anti kekerasan. Terhadap empat dimensi moderasi beragama yang diukur, agama menunjukkan hubungan yang signifikan dengan dimensi toleransi dimana rata-rata pelajar Kristen menunjukkan nilai lebih baik dari pada pelajar Muslim.  Demikian pula, jenis lembaga pendidikan juga menunjukkan hubungan yang signifikan dengan dimensi toleransi dan sikap anti kekerasan dimana rata-rata pelajar SMAN, SMKN, dan MAN menunjukkan nilai lebih baik dalam dimensi toleransi dan sikap anti kekerasan dari pada pelajar dari jenis lembaga pendidikan lain. Kedua, dari sisi agama, secara umum rata-rata pelajar Kristen memiliki tingkat moderasi beragama yang secara signifikan lebih tinggi dari pada pelajar Muslim, khususnya pada dimensi toleransi, anti kekerasan dan sikap akomodatif terhadap budaya lokal. Dan, ketiga, dari sisi jenis lembaga pendidikan, secara umum rata-rata pelajar SMAN, SMKN, MAN memiliki tingkat moderasi beragama yang secara signifikan lebih tinggi dari pada pelajar di jenis lembaga lain.

Terkait dimensi moderasi beragama yang diukur (1) dimensi komitmen kebangsaan dengan fokus pada komitmen pada Pancasila sebagai dasar negara dan sikap nasionalis; (2) dimensi toleransi yang mencakup toleransi antar umat beragama dan internal umat beragama; (3) dimensi anti kekerasan, dan terakhir (4) dimensi sikap akomodatif terhadap budaya lokal, hasil pengukuran menunjukkan bahwa, pertama, pada dimensi toleransi, secara signifikan skor rata-rata pelajar MA Pondok Pesantren (PP) Muqim, MA PP Muqim, dan PP Salafiyah berada di bawah skor rata-rata pelajar SMAN, SMKN, dan MAN dimana pelajar MA PP Non-Muqim pada posisi paling rendah. Kedua, pada dimensi anti kekerasan, tidak ada perbedaan signifikan antara skor rata-rata pelajar SMAN, SMKN, MAN dan MA PP Non-Muqim. Perbedaan signifikan hanya terjadi antara pelajar SMAN dengan pelajar MA PP Muqim dan PP Salafiyah dimana skor rata-rata pelajar PP Salafiyah menempati posisi paling rendah di bawah pelajar MA PP Muqim. Dan, ketiga, pada dimensi akomodatif terhadap budaya lokal, skor rata-rata pelajar SMAN secara signifikan berbeda dari skor rata-rata pelajar SMKN, MA PP Muqim, MA PP Non-Muqim, dan PP Salafiyah dimana skor rata-rata pelajar keempat jenis Lembaga pendidikan ini menempati posisi terendah secara berurut; skor rata-rata pelajar MA PP Non-Muqim dan PP Salafiyah menempati posisi paling rendah secara berurut.

Berdasarkan hasil penelitian berbasis survai angket ini diperoleh temuan bahwa (1) komitmen kebangsaan memiliki hubungan positif yang signifikan dengan sikap anti kekerasan dan sikap akomodatif terhadap budaya lokal; (2) sikap anti kekerasan memiliki hubungan positif yang signifikan dengan toleransi; (3) sikap toleransi memiliki hubungan positif yang signifikan dengan sikap akomodatif terhadap budaya lokal; (4) agama memiliki hubungan positif yang signifikan dengan dimensi toleransi para pelajar yang menjadi sampel penelitian ini dimana pelajar Kristen secara umum memiliki peluang lebih besar untuk bersikap toleran dibandingkan dengan pelajar Muslim, (5) pelajar yang berasal dari SMAN, SMKN, dan MAN memiliki kemungkinan untuk bersikap lebih toleran dalam beragama dibandingkan dengan pelajar pada jenis lembaga pendidikan lain, yakni madrasah di bawah pesantren, (6) jenis lembaga pendidikan yang dihadiri oleh para pelajar turut mewarnai corak dan kualitas moderasi beragama mereka dimana pelajar dari Pondok Pesantren Muqim dan Salafiyah negatif dalam semua dimensi pengukuran moderasi beragama. Peneliti menduga perbedaan ini bisa terjadi karena faktor latar belakang sosial ekonomi pelajar dan faktor doktrin ideologis. Meski demikian, peneliti cukup berhati-hati terhadap penyimpulan ini. Dengan kata lain, peneliti berpendapat bahwa masih diperlukan studi yang lebih mendalam dan komprehensif dalam menjawab pertanyaan seputar variasi nilai rata-rata moderasi beragama yang lahir dari jenis lembaga pendidikan yang berbeda.

Penelitian Sulaiman Mappiasse ini merekomendasikan beberapa hal antara lain (1) perlu penguatan moderasi beragama di lembaga pendidikan, khususnya pada aspek toleransi dan sikap akomodatif terhadap budaya lokal melalui berbagai inovasi di bidang pendidikan agama dan karakter, (2) perlu penguatan moderasi beragama di kalangan pelajar, khususnya pada pelajar Muslim di berbagai lembaga pendidikan Islam, khususnya pesantren, dan (3) instrumen pengukuran moderasi beragama untuk pelajar yang digunakan dalam studi ini telah dikembangkan, dianalisis, dan diujicoba melalui penelitian ini dengan hasil yang cukup baik. Karena itu, penggunaannya dalam studi yang lebih besar perlu didukung sehingga validitas penggunaannya lebih kuat untuk mendeteksi bibit-bibit intoleransi dan radikalisme di kalangan generasi muda di masa mendatang. Di samping itu, instrumen pengukuran ini dapat dijadikan alat monitoring secara berkala dan berkesinambungan terhadap perubahan tingkat moderasi beragama generasi muda Indonesia.

Di akhir kegiatan, Sulaiman Mappiasse menyampaikan terima kasih atas berbagai masukan konstruktif dari narasumber dan peserta seminar hasil. Ia juga berharap bahwa secara kelembagaan institusi IAIN Manado melalui Rumah Moderasi Beragama dapat melakukan berbagai riset, survai, monitoring, dan program-program penguatan moderasi beragama di lembaga-lembaga pendidikan, terutama di lembaga-lembaga pendidikan agama.

Dalam kesempatan kunjungan tim Puslitbang Pendidikan Agama dan Keagamaan Litbang Kemenag RI di IAIN Manado ini juga diserahkan satu buah buku yang merupakan output penelitian Litapdimas tahun 2018 oleh Ardianto, dan kawan-kawan yang diterima oleh Dr. Hayadin (at)

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Translate ยป